Senin, 09 Januari 2012

IMAM SYAFI’I vs TAQLID BUTA


TEKS ATSAR
قَالَ الـْحُمَيْدِي: ذَكَرَ الشَّافِعِي يَوْمًا حَدِيْثًا، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: أَتَقُولُ بِهِ يَا أَبَا عَبْدِاللهِ! فَاضْطَرَبَ، فَقَالَ: يَاهَذَا! أَرَأَيْتَنِي نَصْرَانِيًا؟ أَرَأَيْتَنِي خَرِجًا مِنْ كَنِيْسَةٍ؟ أَرَأَيْتَنِي وَسَطِي زَنَّارًا؟ أَرْوِي حَدِيْثًا عَنْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَلاَ أَقُوْلُ بِهِ!
Al-Humaidi berkata, “Al-Imam asy-Syafi’i menyebutkan hadits pada suatu hari, maka tiba-tiba ada seseorang yang bertanya kepada al-Imam asy-Syafi’i, ‘Wahai Abu Abdillah, apakah engkau mengamalkan hadits itu?!’ Maka tiba-tiba al-Imam asy-Syafi’i gemetar tubuhnya lalu berkata, ‘Wahai seorang laki-laki, apakah kamu melihatku ini seorang Nasrani? Apakah kamu melihat aku keluar dari gereja? Apakah kamu melihat aku memakai ikat pinggang? Saya meriwayatkan hadits dari Nabi صلي الله عليه وسلم kenapa saya tidak mengamalkannya!’”

ATSAR SHOHIH. Dikeluarkan oleh al-Imam al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i: 1/174 dan Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’: 9/106, dari jalan al-Humaidi. Dan juga al-Imam as-Suyuthi menyampaikannya dalam Miftah al-Janah Fil I’tishom Bi Sunnah hlm. 16.

FIQH ATSAR
Atsar yang indah ini membantah dengan jelas terhadap orang-orang yang taklid buta kepada seorang imam tertentu atau taklid kepada madzhab tertentu. Jika datang kepada mereka hadits yang shohih maka mereka berpaling darinya seraya mengatakan, “Kami berada di atas madzhabnya al-Imam asy-Syafi’i”, atau mereka mengatakan, “Kami berada di atas madzhabnya Abu Hanifah.”
Wahai kaum muslimin, inilah sikap al-Imam asy-Syafi’i, dia bergetar tubuhnya dan merasa aneh serta mengingkari terhadap seseorang laki-laki yang bertanya kepada beliau dengan pertanyaan, “Apakah engkau mengambil hadits yang telah engkau riwayatkan tersebut?!” Lihatlah dan perhatikanlah, wahai saudaraku sesama muslim, bagaimana al-Imam asy-Syafi’i membantah orang tersebut dengan memberikan suatu permisalan terhadap orang yang meninggalkan hadits Nabi صلي الله عليه وسلم dan tidak mengamalkan-nya dengan seorang yang Nasrani dan orang kafir dzimmi. Kita berlindung kepada Alloh dari kekufuran.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QS. an-Nur [24]: 63)
Supaya [menambah] faedah maka di sini akan kita sampaikan sebagian ucapan para imam empat yang masyhur, mudah-mudahan bisa menjadi renungan dan nasihat bagi orang yang taklid terhadap imam tertentu dan madzhab tertentu dengan taklid buta.
  1. Ucapan al-Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit رحمه الله yang mengharuskan untuk mengambil hadits dan meninggalkan taklid kepada pendapat para ulama yang menyelisihi hadits tersebut.
Beliau mengatakan, “Apabila hadits itu shohih maka itulah madzhab saya.”
Beliau juga mengatakan, “Tidaklah halal bagi seseorang untuk mengambil semua ucapan kita, selagi dia tidak mengetahui dari mana kita mengambil ucapan tersebut.” Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan, “Haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku untuk berfatwa dengan ucapanku.”
2. Ucapan al-Imam Malik bin Anas رحمه الله
“Saya adalah seorang manusia biasa, terkadang saya benar dan salah, maka lihatlah terhadap pendapatku kalau sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah maka ambillah, jika menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah maka tinggalkanlah ucapan tersebut.”
“Tidaklah ada seseorang—setelah Nabi صلي الله عليه وسلم —kecuali akan diambil dan ditinggalkan ucapannya, kecuali Nabi shallallahu alaihi wasallam..
3. Ucapan al-Imam asy-Syafi’I رحمه الله
“Kaum muslimin telah bersepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sunnah dari Nabi صلي الله عليه وسلم maka tidaklah halal dia meninggalkan sunnah tersebut karena ucapan seseorang.”
“Jika kalian menjumpai pada kitab saya suatu pendapat yang menyelisihi sunnah Nabi صلي الله عليه وسلم maka ucapkanlah dengan sunnah tersebut dan tinggalkanlah apa yang saya katakan.”
4. Ucapan Imam Ahmad رحمه الله
“Janganlah taklid kepada Malik, asy-Syafi’i, dan al-Auza’i serta ats-Tsauri, tetapi ambillah dari tempat mereka mengambil.” “Pendapatnya al-Auza’i, pendapatnya Malik, dan pendapatnya Abu Hanifah, maka semua itu hanya sekadar pendapat saja dan itu menurutku sama saja dengan pendapat yang lain. Yang dijadikan hujjah hanyalah atsar (hadits).”
“Barang siapa yang menolak hadits maka dia berada di jurang kehancuran.”
(Lihat Ashlu Shifat Sholat Nabi kar. Syaikh al-Albani: 1/23-32)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar